Editor : Martin Simamora, S.IP |Martin Simamora Press

Senin, 31 Mei 2010

Lindungi Whistle Blower!


Indonesia kini memiliki "icon" Whistle Blower atau si peniup pluit yaitu Susno Duadji, seorang Jendral berbintang tiga yang masih aktif. Susno bisa jadi akan tercatat sebagai salah satu whistle blower yang paling berpengaruh (sekalipun kini dalam tekanan hebat) di Asia, memang tak akan sehebat peniup pluit di Amerika Serikat yang mengungkap kasus "Water Gate" yang berdampak langsung kepada presiden saat itu, atau kasus besar lainnya: "Enron". Berbeda dengan Indonesia, Amerika Serikat memiliki 17 undang-undang yang memberikan perlindungan khusus kepada peniup pluit.

Sehingga wajar dan dapat dimaklumi jika Susno kini diberi hadiah penjara, ketimbang diperlakukan sebagai nara sumber bernilai tinggi untuk mengungkap kasus-kasus yang tak hanya besar namun akan berdampak nyata pada perang melawan korupsi secara efektif dan jitu.


Mengapa orang-orang seperti Susno,lalu pengungkap kasus Water Gate, Enron dan kasus-kasus sejenis di berbagai belahan dunia disebut sebagai whistle blower atau peniup pluit. Istilah Whistle Blower berasal dari praktik tradisional kepolisian Inggris yang akan meniupkan pluitnya manakala mereka melihat sebuah tindak kejahatan terjadi. Peniupan pluit dilakukan untuk menyiagakan petugas kepolisian lainnya di area tersebut. Tindakan ini serupa dengan apa yang dilakukan oleh para peniup pluit masa kini, untuk memperingatkan masyarakat, sistem hukum, atau pemerintah pusat akan adanya sebuah penyimpangan yang terjadi ditempat kerja si peniup pluit.

Hukum Federal Amerika Serikat memahami bahwa perusahaan atau kantor tempat si peniup pluit bekerja dapat saja melakukan tindakan balas dendam, karena pegawainya (whistle blower) dapat mengungkapkan tindakan-tindakan yang melanggar hukum federal.

Umumnya, seseorang dengan informasi atau pengetahuan adanya pelanggaran hukum mungkin saja tidak melaporkan tindak pelanggaran yang diketahuinya karena takut kehilangan pekerjaan atau tidak mendapatkan promosi. Undang-undang Federal Amerika Serikat melindungi Whistle Blower dari tindakan balas dendam, mendorong masyarakat luas untuk melaporkan berbagai pelanggaran dan melindungi dari berbagai ancaman balas dendam atau diskriminasi sebagai akibat pelaporan kejahatan.

Amerika Serikat memiliki 17 undang-undang dan 6 U.S Regulations yang berisikan berbagai ketetapan untuk melindungi semua Whsitle Blower yang memperingatkan pemerintah federal adanya berbagai pelanggaran. Ketetapan-ketetapan tersebut diperkuat oleh oleh Department of Labor (DOL) Occupational Health and Safety Administration (OSHA).

Jika organisasi atau tempat kerja whistle blower melakukan tindakan balas dendam terhadap peniup pluit, maka peniup pluit harus melaporkannya ke OSHA dalam waktu 30 hari sejak insiden terjadi. Diskriminasi atau balas dendam bergantung pada kondisi-kondisi tertentu, tetapi bentuknya dapat berupa ; pemecatan atau pemberhentian, tindakan pendisiplinan, penyangkalan promosi atau bonus, intimidasi, dan mengurangi gaji. Seorang Whistle Blower yang melaporkan adanya tindakan balasan harus membuktikan dirinya telah berada dalam Aktivitas Perlindungan (di Amerika Serikat disebut Protected Activity yang meliputi pemberlakuan berbagai undang-undang perlindungan whistle blower yang diadopsi OSHA dan sudah menyampaikan kesaksian atau telah mendokumentasikan laporannya).

Indonesia dikategorikan oleh banyak lembaga penilai internasional sangat rentan terhadap berbagai praktik dan modus korupsi di semua lini kehidupan, namun Indonesia tidak mendiamkan kondisi ini. Presiden SBY sejak awal kepresidenannya dengan lantang menyuarakan perang terhadap korupsi di negeri ini. Presiden juga telah memerintahkan semua jajaran penegak hukum termasuk kepolisian dan kejaksaan untuk turut memeranginya.

Indonesia juga memiliki Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan pengadilan khusus tindak pidana korupsi atau yang lebih dikenal sebagai Tipikor. Untuk memerangi korupsi di tingkat birokrasi dan badan pemerintah, pemerintah melakukan serangkaian program reformasi sektor publik, membangun sistem informasi yang dapat meminimalisasi korupsi : e-Government yang meliputi e-Procurement atau Sistem Informasi Pajak (PINTAR) yang menghabiskan anggaran triliunan rupiah. Integeritas setiap individu baik aparat negara di level apa pun dan kontrol publik pada akhirnya menjadi jangkar terakhir yang dapat menahan laju korupsi atau berbagai penyimpangan yang merugikan negara dan rakyat. Mungkinkah "kebuntuan" dan ketakberanian sistem mengungkap bobrok sektor publik menjadi pemicu lahirnya Whistle Blower?

(Martin Simamora | ehow.com)

Tidak ada komentar:

Corruption Perceptions Index 2018

Why China is building islands in the South China Sea

INDONESIA NEW CAPITAL CITY

World Economic Forum : Smart Grids Explained

Berita Terbaru


Get Widget