Editor : Martin Simamora, S.IP |Martin Simamora Press

Kamis, 20 Mei 2010

Perkembangan Inisiatif E-Governance Bangladesh Hadapi Masalah Kritikal

Riset yang dilakukan terhadap 250 website resmi milik pemerintah Bangladesh beberapa minggu lalu menunjukan sejumlah hal fatal yang tak seharusnya terjadi dalam pengembangan website-website pemerintah seperti; informasi yang tidak ter-update, tautan yang mati,atau bahkan diidentifikasi sebagai website berbahaya oleh berbagai antivirus. Pembangunan website merupakan bagian penting dari inisiatif e-Governance dan visi Digital Bangladesh 2021. Fakta ini tak disangkal oleh pejabat pemerintah.

Bahkan ada website pemerintah yang berstatus "web page under construction". Website Kementerian Olah Raga misalnya, memiliki fitur berita terkini mengenai kemenangan tim kriket dalam World Cup Tour tiga tahun lalu. Hal yang sama juga terjadi pada Kementerian sumber daya energi dan mineral, kementerian urusan agama yang memiliki celah keamanan dan tanda "under constructions".

Berita-berita lama juga masih menghiasi website milik kementerian industri, sebagai berita terbaru. Hal yang memprihatinkan, sejumlah antivirus memberi peringatan bahaya saat mengakses sejumlah website pemerintah, bahaya adanya malware.


Para pakar Bangladesh dikutip Plaza eGov dari thedailystar.net (10/5/2010) menyatakan :website-website pemerintah dioperasikan sejak 10 tahun yang lalu sebagai bagian e-Governance Initiative yang dimaksudkan untuk memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk berinteraksi dengan berbagai lembaga pemerintah. Artinya melalui website-website tersebut pemerintah Bangladesh hendak melenyapkan antrian panjang dan membutuhkan waktu lama di kantor-kantor pemerintah untuk membayar tagihan-tagihan, menyampaikan keluhan, atau untuk mendaftar ke sejumlah program pemerintah. Faktanya website-website pemerintah tersebut tak lebih dari asesoris belaka.


"Kebanyakan website pemerintah hanya sekedar ada," ujar Mustafa Jabbar, Presiden Bangladesh Computer Samity, sebuah koalisi nasional berbasiskan organisasi-organisasi teknologi. "Keberadaan website-website pemerintah tidak membantu masyarakat atau organisasi di Bangladesh."

Website-website pemerintah hanya berisikan daftar nama-nama pejabat departemen,pesan-pesan dari pejabat tinggi dan informasi historis yang terkadang memerlukan beberapa kali putaran mouse/layar untuk membaca seluruhnya.

Program buku elektronik untuk kurikulum nasional yang menjanjikan kemudahan untuk mengunduh (download)dengan gratis juga tak berfungsi dengan baik dan kerap membuat frustasi warga yang hendak memanfaatkan fasilitas publik yang memiliki nilai guna yang tinggi apabila berfungsi dengan baik.


Hasil survei Perserikatan Bangsa-Bangsa : e-Government Readiness 2010 menunjukan bahwa Bangladesh memang mengalami perbaikan namun masih berada diperingkat ke 134 dari 184 negara. Posisi ini lebih baik daripada Pakistan namun dibawah Sri Lanka dan India, Pemeringkatan yang dilakukan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa berdasarkan pada kriteria seperti : keberadaan website, ketersediaan informasi kebijakan publik dan apakah masyarakat dapat dengan segera menyampaikan tanggapan melalui website.

Para pejabat pemerintah mengakui bahwa website-website pemerintah tidak menarik bagi masyarakat. Para pejabat menyalahkan hal ini pada lemahnya penguasaan teknologi para pengelola website, yang membutuhkan waktu setidaknya satu setengah jam dalam sehari untuk melakukan update dan pemeliharaan. Sehingga kondisi ini sepenuhnya diakibatkan oleh kegagalan para administrator yang mengelola website sebagai tambahan tugas-tugas wajibnya.


Pelayanan pembayaran pajak dan membuat perjanjian untuk mendapatkan sertifikat kelayakan mengemudi melalui website-website pemerintah juga gagal. Portal-portal yang resmi beroperasi mulai Januari 2010 lalu di 64 distrik ternyata tidak interaktif dan hampir seluruhnya berisikan kumpulan informasi yang tak berguna bagi publik.

Kegagalan pemerintah Bangladesh dalam memahami peran website dalam membangun e-Government juga terlihat pada website National Board of Revenue (NBR) atau Bangladesh Road Transport Authority (BRTA) yang ternyata masih harus melalui prosedur analog. Masyarakat masih harus mengunduh (download) sejumlah aplikasi, mencetaknya, mengisinya dengan alat tulis dan menyerahkannya kembali ke kantor-kantor perwakilan.


Jabbar juga menyatakan : pemerintah harus memahami dengan baik masyarakat pengguna website. Pemerintah seharusnya menyediakan website dengan bahasa lokal yang menjadi bahasa sehari-hari yang digunakan warga. Pemerintah harus menyajikan isi website untuk kebutuhan 150 juta rakyat, dan bukan hanya untuk segelintir warga yang memiliki akses internet.

Para pakar juga berkata: mendapatkan informasi dari website-website kementerian seharusnya dibuat lebih mudah. Informasi yang disediakan oleh website tidak konsisten dan kebanyakan halaman website-website pemerintah tidak memiliki tautan satu sama lain. Semua website pemerintah seharusnya merefleksikan sebuah tema yang sama, mehadirkan informasi yang sama dan dapat dikaitkan satu sama lain.

Sajian visual website pemerintah juga mendapatkan kritikan tajam. Semua website pemerintah memiliki banyak warna, huruf yang sulit dibaca atau membuat mata letih ketika membaca, ungkap Amin Mahmud seorang web developer

(Martin Simamora)


Tidak ada komentar:

Corruption Perceptions Index 2018

Why China is building islands in the South China Sea

INDONESIA NEW CAPITAL CITY

World Economic Forum : Smart Grids Explained

Berita Terbaru


Get Widget